Wudhu Merontokkan Dosa dan Maksiat
Satu
hal yang pasti, setiap manusia -kecuali Nabi dan Rasul serta para Imam yang
disucikan- tidak bisa terbebas dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat. Jadi,
terhadap perbuatan dosa dan maksiat, kita semua tidak bisa ditanya dengan
pertanyaan seperti ini: “Bisakah kita terbebas dari dosa dan maksiat?” Pertanyaan
yg tepat untuk dipertanyakan adalah, “Sejauh mana kita bisa mengurangi
perbuatan dosa dan kemaksiatan?” atau, “Sejauh mana kita bisa
merontokkan dosa dan kemaksiatan?” Sekarang mari kita renungkan sabda
Rasulullah Saw., berikut ini :
Apabila
seorang hamba yg muslim atau mukmin itu berwudhu di mana sewaktu ia membasuh
mukanya, maka keluarlah semua dosa yg dilihat dengan kedua matanya dari mukanya
bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan tetesan air yg terakhir.
Jika ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah semua dosa yg diperbuat oleh
kedua tangannya itu bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan
tetesan air terakhir. Dan jika ia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah semua
dosa yg diperbuat oleh kedua kakinya itu bersama-sama dengan air itu atau
bersama-sama dengan tetesan air yg terakhir, sehingga ia benar-benar bersih
dari semua dosa. (HR. Muslim dari Abu Hurairah dalam Riyadush Shalihin).
Perhatikan
lagi sabda Rasulullah berikut ini :
“Maukah
kamu sekalian aku tunjukkan sesuatu yg mana dengan sesuatu itu ALLAH akan
menghapus dosa-dosa kalian dan dengan sesuatu itu pula ALLAH akan mengangkat
kalian beberapa derajat?” Para sahabat menjawab, “Iya, wahai Rasulullah.” Nabi
bersabda, “Yaitu menyempurnakan wudhu atas hal-hal yg tidak disukai,
memperbanyak langkah ke masjid-masjid dan menantikan sholat sehabis sholat.
Maka itulah yang dinamakan ar-Ribath (mengikatkan diri dalam ketaatan).” (HR.
Muslim)
Maha
Hebat ALLAH ketika DIA memberikan perintah kepada kita agar kita berwudhu!
Menurut kedua riwayat di atas, wudhu dapat menggugurkan atau merontokkan
dosa-dosa atau kejahatan-kejahatan yg kita lakukan, seiring dengan gugurnya,
rontoknya, atau tetesnya air wudhu yang kita gunakan! Sekarang, apa kaitan
antara rontok atau gugurnya dosa dan kesalahan dengan terbukanya mata hati dan
tersingkapnya penglihatan bathin? Jawabannya amatlah jelas dan erat. Upaya
untuk membersihkan dan menyucikan diri, pertama-tama dimulai dengan upaya untuk
menggugurkan atau merontokkan dosa dan kesalahan, sedangkan kebersihan dan
kesucian diri -baik jasmani maupun ruhani- merupakan jalan untuk membuka mata
hati dan menyingkapkan penglihatan bathin, yg kemudian nanti akan sampai kepada
wajah ALLAH Swt. Upaya yg demikian inilah, yg dalam khazanah sufi, disebut
sebagai wara’.
Secara harfiah,wara’ artinya menaha diri, berhati-hati, atau
menjaga diri supaya tidak jatuh dalam kecelakaan. Ibn Qayyim dalamMadaraij
al-Salikin, mengutip Al-Qur’an surah Al-Muddatstsir [74]: 4, sebagai
perintah untuk wara’ : Dan pakaian kamu bersihkanlah! Secara
sigkat, wara’ adalah nilai kesucia diri. Orang Islam mengukur keutamaan, makna
atau keabsahan gagasan atau tindakan, dari sejauh mana keduanya memproses
penyucian diri. Kata Al-Qur’an :
Sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams [91]: 9-10)
Salah
satu misi Nabi Muhammad Saw., adalah “menyucikan kamu” :
Sebagaimana
(Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kapadamu
Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa-apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah [2]: 151)
Bertolak
dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah tentang kesucian diri ini, para sufi
merumuskan tiga tahap dalam perjalanan (suluk) mendekati ALLAH Swt.:
·
Takhalli, yakni tahap pembersihan diri
itu -tahap merontokkan atau menggugurkan dosa dan kesalahan, yang dalam kajian
ini dilalui dengan wudhu.
·
Tahalli, setelah dosa dan kesalahan
rontok dan gugur, tahap selanjutnya adalah menghias diri dengan akhlak ALLAH,
yakni dengan menghias diri dengan sifat, sikap dan perbuatan yang sesuai dengan
sifat-sifat ALLAH, seperti benar, jujur, adil, lembut, cinta-kasih, dst.
·
Tajalli, yakni pengalaman puncak yang
dicari pecinta ALLAH. Inilah tahapan ketika ALLAH tidak lagi merupakan
abstraksi, bukan pula Zat yang hanya diketahui melalui ayat-ayat-NYA. DIA
“disaksikan” dan dirasakan kehadiran-NYA. Keagungan-NYA tidak lagi dibaca,
tetapi “dilihat”.
Ketika
berada dalam tahap tajalli,
keindahan-NYA tidak lagi dibuktikan, tetapi “dinikmati”. Ibn ‘Arabi hanya
membagi “yang ada” menjadi dua macam saja : Huwa dan La
Huwa; Dia dan Bukan Dia. Sekarang, tengoklah
ke sekitar kita. Apa yg kita saksikan? Matahari, pepohonan, hewan, orang lain
atau diri sendiri? semuanya La Huwa. ALLAH Swt berfirman :
Dan
kepunyaan ALLAH-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situlah
wajah ALLAH. Sesungguhnya ALLAH Maha Luas (rahmat-NYA) lagi Maha Mengetahui.
(QS. Al-Baqarah [2]: 115)
Sekarang,
hadapkanlah wajah kita kemana pun, apa yg kita lihat?
Wajah-wajah selain ALLAH, La Huwa.
Wajah-wajah selain ALLAH, La Huwa.
Al-Qur’an
sudah pasti tidak salah. Yang salah adalah diri kita; karena ihwal kita yang
kotor, karena diri kita yg belum dihias dg sifat-2 ALLAH, DIA tidak tampak pada
kita. “Penampakan” ALLAH itu disebut tajalli. Ketika tajalli, kemana pun muka
kita diarahkan, kita hanya akan melihat Huwa. Karena itu, bersihkan
diri kita lebih dahulu, kemudian hiasi diri kita dengan akhlak ALLAH.
Sungguh
luar biasa ajaran wudhu, sebab dia menjadi penanda awal, cara pertama, jalan
nomor satu, untuk membersihkan diri dari dosa dan kesalahan. Tujuan puncaknya
adalah wajah ALLAH, yaitu kenikmatan dalam “memandang”-NYA. Kenikmatan akan
kekuatan-NYA. Kenikmatan akan kuasa-NYA. Kenikmatan akan kemuliaan-NYA.
Kenikmatan akan kebesaran-NYA.
Berwudhulah
sekarang juga duhai saudaraku…!
Tinggalkan kejelekan seiring dengan keringnya air wudhu dari kedua wajah kita. Tinggalkan kejahatan seiring dengan keringnya air wudhu dari kedua tangan kita. Tinggalkan kemaksiatan seiring dengan keringnya air wudhu dari kepala kita. Tinggalkan pula keburukan seiring dengan keringnya air wudhu dari kedua kaki kita.
Tinggalkan kejelekan seiring dengan keringnya air wudhu dari kedua wajah kita. Tinggalkan kejahatan seiring dengan keringnya air wudhu dari kedua tangan kita. Tinggalkan kemaksiatan seiring dengan keringnya air wudhu dari kepala kita. Tinggalkan pula keburukan seiring dengan keringnya air wudhu dari kedua kaki kita.
Setelah
itu, menjauhlah dari hal yg diperbolehkan, karena boleh jadi hal yg dibolehkan
itu membawa kita kepada hal yg dilarang. Lari jauhilah segala sesuatu selain
ALLAH Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar